. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga
pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.
B. Anatomi
1. Anatomi
Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri
dari tulang dan tulang rawan, dibatasi
oleh :
- Depan :
Sternum dan tulang iga.
- Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
- Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
- Bawah :
Diafragma
- Atas :
Dasar leher.
Isi
:
- Sebelah kanan dan
kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.
- Mediatinum : ruang
di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan
pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan
vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar
limfe (Pearce, E.C., 1995).
C.
|
Mengenai rongga toraks sampai
rongga pleura, udara bisa masuk (pneumothorax)
|
|
Terjadi robekan Pembuluh Darah intercostal, pembuluh darah
jaringan paru-paru.
|
Karena tekanan negative intrapleuraMaka udara luar akan terhisap
masuk kerongga pleura (sucking wound)
|
|
Terjadi perdarahan :
(perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar
diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)
|
|
|
Tahanan perifer pembuluh paru naik
(aliran darah turun)
|
Oper penumothorax
Close pneumotoraks
Tension pneumotoraks
|
|
- Ringan kurang 300 cc ---- di punksi
- Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain
- Berat lebih 800 cc ------ torakotomi
|
Tek. Pleura meningkat terus
|
|
Mendesak paru-paru
(kompresi dan dekompresi),
pertukaran gas berkurang
|
Sesak napas yang progresif
(sukar bernapas/bernapas berat)
Bising napas berkurang/hilang
Bunyi napas sonor/hipersonor
Foto toraks gambaran udara lebih 1/4 dari rongga torak
|
|
- Sesak napas yang progresif
- Nyeri bernapas / pernafsan asimetris / adanya jejas atau trauma
- Nyeri bernapas
- Pekak dengan batas jelas/tak jelas.
- Bising napas tak terdenga
- Nadi cepat/lemah
- Anemis / pucat
- Poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan
|
|
WSD/Bullow Drainage
|
|
Terdapat luka pada WSD
Nyeri pada luka bila untuk bergerak
Ketidak efektifan pola pernapasan
Inefektif bersihan jalan napas
|
|
-
Kerusakan integritas kulit
-
Resiko terhadap infeksi
-
Perubahan kenyamanan : Nyeri
perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas fisik
-
Potensial Kolaboratif :
Atelektasis dan Pergeseran mediatinum
|
D. Pemeriksaan
Penunjang :
a. Photo toraks
(pengembangan paru-paru).
b. Laboratorium (Darah
Lengkap dan Astrup).
E. Penatalaksanaan
1.
Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks,
WSD dapat berarti :
a.
Diagnostik :
Menentukan
perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan
perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.
b.
Terapi :
Mengeluarkan darah
atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c.
Preventive :
Mengeluarkan udaran
atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" tetap baik.
2.
Perawatan WSD dan
pedoman latihanya :
a.
Mencegah infeksi di
bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan
pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang
menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh
pasien.
b.
Mengurangi
rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi
analgetik oleh dokter.
c.
Dalam perawatan yang
harus diperhatikan :
-
Penetapan
slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin,
sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
-
Pergantian
posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak
dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau
menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d.
Mendorong
berkembangnya paru-paru.
ò
Dengan
WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
ò
Latihan
napas dalam.
ò
Latihan
batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang
diklem.
ò
Kontrol
dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan
dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya
500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara
bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus
berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam
setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
ò
Perhatikan
banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan
pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
ò
Perlu
sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang
baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2
duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal :
slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang
slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan
"slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol
WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak
mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar
dari bullow drainage.
3) Penggantian botol
harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian
botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus
juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung
tangan.
6) Cegah bahaya yang
menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol
terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil,
bila :
a. Paru sudah
mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak
keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari
selang WSD.
F. Pemeriksaan
penunjang
a.
X-foto
thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b.
Diagnosis
fisik :
Ø Bila pneumotoraks
< 30% atau hematotorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
Ø Bila pneumotoraks
> 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD,
dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
Ø Pada keadaan
pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
Ø Pada hematotoraks
yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera
thorakotomi.
G. Terapi
:
a. Antibiotika.
b. Analgetika.
c. Expectorant.
H. Komplikasi
1.
Tension
Penumototrax
2.
Penumotoraks
Bilateral
3.
Emfiema
II.
KONSEP KEPERAWATAN
A.
Pengkajian :
Point
yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering
terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap
obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman
pembedahan.
5. Riwayat penyakit
dahulu.
6. Riwayat penyakit
sekarang.
7. Dan Keluhan.
B.
Pemeriksaan Fisik :
1.
Sistem Pernapasan :
ò
Sesak
napas
ò
Nyeri,
batuk-batuk.
ò
Terdapat
retraksi klavikula/dada.
ò
Pengambangan
paru tidak simetris.
ò
Fremitus
menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
ò
Pada
perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup)
ò
Pada
asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
ò
Pekak
dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
ò
Dispnea
dengan aktivitas ataupun istirahat.
ò
Gerakan
dada tidak sama waktu bernapas.
2.
Sistem
Kardiovaskuler :
ò
Nyeri
dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
ò
Takhikardia,
lemah
ò
Pucat,
Hb turun /normal.
ò
Hipotensi.
3.
Sistem Persyarafan :
ò
Tidak
ada kelainan.
4. Sistem
Perkemihan.
ò
Tidak
ada kelainan.
- Sistem Pencernaan :
ò
Tidak
ada kelainan.
- Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
ò
Kemampuan
sendi terbatas.
ò
Ada
luka bekas tusukan benda tajam.
ò
Terdapat
kelemahan.
ò
Kulit
pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
- Sistem Endokrine :
ò
Terjadi
peningkatan metabolisme.
ò
Kelemahan.
- Sistem Sosial / Interaksi.
ò
Tidak
ada hambatan.
- Spiritual :
ò
Ansietas,
gelisah, bingung, pingsan.
C.
Pemeriksaan
Diagnostik :
ò
Sinar
X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
ò
Pa
Co2 kadang-kadang menurun.
ò
Pa
O2 normal / menurun.
ò
Saturasi
O2 menurun (biasanya).
ò
Hb
mungkin menurun (kehilangan darah).
ò
Toraksentesis
: menyatakan darah/cairan,
Diagnosa
Keperawatan :
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan
jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan
: Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
4. Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi
dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif :
Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko terhadap
infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
I.
Intevensi
Keperawatan :
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena
trauma.
Tujuan
:
Pola pernapasan efektive.
Kriteria
hasil :
ò
Memperlihatkan
frekuensi pernapasan yang efektive.
ò
Mengalami
perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
ò
Adaptive
mengatasi faktor-faktor penyebab.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a. Berikan posisi
yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi
yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
b. Obsservasi fungsi
pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
c. Jelaskan pada
klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
d. Jelaskan pada
klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
e. Pertahankan
perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
f.
Perhatikan
alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol
penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan
pada batas yang ditentukan.
3) Observasi
gelembung udara botol penempung.
4) Posisikan sistem
drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi
dranase bela perlu.
5) Catat
karakter/jumlah drainage selang dada.
g. Kolaborasi dengan
tim kesehatan lain :
Dengan dokter,
radiologi dan fisioterapi.
ò
Pemberian
antibiotika.
ò
Pemberian
analgetika.
ò
Fisioterapi
dada.
ò
Konsul
photo toraks.
|
a.
Meningkatkan
inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang
tidak sakit.
b.
Distress
`ernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress
fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.
c.
Pengetahuan
apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
d.
Pengetahuan
apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
e.
Membantu
klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
f.
.
1) Mempertahankan
tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan
ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Air
penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir
masuk ke area pleural.
3) gelembung udara
selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang
diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana
area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru
lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisi tak tepat,
terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative
yang diinginkan.
5) Berguna untuk
mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya
intervensi.
g.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
|
2. Inefektif bersihan
jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan
: Jalan napas lancar/normal
Kriteria
hasil :
ò
Menunjukkan
batuk yang efektif.
ò
Tidak
ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
ò
Klien
nyaman.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a. Jelaskan klien
tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di
sal. pernapasan.
b. Ajarkan klien
tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
c. Napas dalam dan
perlahan saat duduk setegak mungkin.
d. Lakukan pernapasan
diafragma.
e. Tahan napas selama
3 - 5 detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
f.
Lakukan
napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek
dan kuat.
g. Auskultasi paru
sebelum dan sesudah klien batuk.
h. Ajarkan klien
tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
i.
Dorong
atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
j.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter,
radiologi dan fisioterapi.
ò
Pemberian
expectoran.
ò
Pemberian
antibiotika.
ò
Fisioterapi
dada.
ò
Konsul
photo toraks.
|
a. Pengetahuan yang
diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
b. Batuk yang tidak
terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
c. Memungkinkan
ekspansi paru lebih luas.
d. Pernapasan
diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e. Meningkatkan
volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
f.
Pengkajian
ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
g. Sekresi kental
sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah
pada atelektasis.
h. Untuk menghindari
pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.
i.
Hiegene
mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut
j.
Expextorant
untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien
atas pengembangan parunya.
|
3. Perubahan kenyamanan
: Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
Tujuan
:
Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria
hasil :
ò
Nyeri
berkurang/ dapat diadaptasi.
ò
Dapat
mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
ò
Pasien
tidak gelisah.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a. Jelaskan dan bantu
klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
b. Ajarkan Relaksasi
: Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
c. Ajarkan metode
distraksi selama nyeri akut.
d. Berikan kesempatan
waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu
tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
e. Tingkatkan
pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
f.
Kolaborasi
denmgan dokter, pemberian analgetik.
g. Observasi tingkat
nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan
selama 1 - 2 hari.
|
a.
Pendekatan
dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
b.
Akan
melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
c.
Mengalihkan
perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
d.
Istirahat
akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
e.
Pengetahuan
yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
f.
Analgetik
memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
g.
Pengkajian
yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Depkes.
RI. (1989). Perawatan Pasien Yang
Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes,
L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan
Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak,
C.M. (1999) Keperawatan Kritis.
Jakarta : EGC.
Pusponegoro,
A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar